Kamis, 12 Januari 2012

HUJAN KELABU

Pada liburan setelah pengambilan rapor, Aku menikmati liburan bersama teman – teman. Aku berlibur bersama Dita, Daulay, Roy, dan Royan ke Kotabumi atau lebih tepatnya di Tanjung Raja. Pagi – pagi sekali saat hari keberangkatan, aku sudah menyiapkan barang – barang berupa baju, celana, handuk, uang saku, dll. Kami sepakat untuk berangkat dengan kereta dengan jadwal pagi. Aku menuju stasiun bersama Roy yang kebetulan rumah kami berdekatan. Tepat sekali jam setengah tujuh Aku dan Roy telah sampai di stasiun dan sudah ditunggu oleh Dita, Daulay, dan Royan. Aku sempat sarapan di warung yang berjejer sepanjang pinggiran stasiun karena Aku terlambat bangun hingga tidak sempat sarapan. Jadilah Aku sarapan memakai empat roti dan sebotol air mineral.

            Di sana juga terlihat ayah Dita yang tidak lain merupakan pegawai PT.KAI. kami pun berlima memulai perjalanan dengan hati sangat senang. Perjalanan ditempuh selama 3 jam dan itu cukup melelahkan. Sesampainya di stasiun Kotabumi, kami disambut oleh bibi Daulay dan ditemani untuk menuju rumah sang nenek dari Daulay. Rumah tersebut sangat sejuk dan nyaman untuk ditinggali. Sesampainya di rumah kami langsung istirahat di kamar tamu dan tidur sebentar. Tidak lupa kami diberi sambutan hangat dari keluarga disana.

            Hari menjelang senja, badan kami semua terasa gerah dan hendak mau mandi. Kami berniat untuk mandi di kali yang dimana kali tersebut sangat jernih khas pedesaan. Namun tiba – tiba hujan turun deras, sangat deras sekali. Kami akhirnya memutuskan untuk menunggu hujan reda. Sembari menunggu, kami mendengar cerita dari neneknya Daulay tentang wisata alam di desa Tanjung Raja. Tidak terasa 30 menit berlalu dan hujan pun mulai reda. Kami sangat senang dan nenek langsung menyuruh kami mandi di kali karena hari mulai gelap. Kami pun langsung berjalan ke kali.

            Dari atas jembatan, kami melihat kali yang bercabang menjadi satu. Yang kanan airnya cokelat kotor, sedangkan yang kiri airnya jernih. Tidak menunggu lama kamipun menuju kali yang airnya jernih. Kami memutar video lewat kamera HP Dita, seraya bocah petualang. Pada akhirnya kami menemukan tempat yang pas untuk mandi, tidak dangkal dan tidak dalam. Kami membuka baju dan langsung lompat ke kali trsebut, sangat terasa segar ketika Aku mengalirkan air dari ujung kepala hingga seluruh badan. Kami juga berfoto – foto di sana sembari bermain air. Hanya ada kami disana saat itu.

            Namun, kesenangan itu tidak bertahan lama. Aku melihat dari arah atas sungai air yang berwarna cokelat, namun aku kurang memperdulikannya dan tetap mandi bersama mereka. Tapi, semakin lama air kali semakin cokelat. Kami sudah mulai curiga dengan kejadian itu. Tiba – tiba sebuah gelombang air dengan arus tinggi datang ke arah kami sambil membawa ranting – ranting kayu yang cukup besar. “WOOOY! BANJIIIIIIIR! MINGGIR, KITA HARUS MINGGIR!!”, Daulay teriak kencang. Royan dan Daulay minggir ke daratan, sedangkan Aku, Roy, dan Dita naik ke atas batu besar di tengah kali tersebut. Kami melihat secara langsung luapan air yang sangat mengerikan datang menghantam batu yang kami pijak. Sangat seram.

            Kami berharap bahwa air segera tenang dan kembali normal. Namun keadaan terjadi sebaliknya, air makin meninggi dan arus air semakin tinggi. Hingga kami melihat sebuah balok kayu yang sangat besar terseret arus dan menghantam batu yang kami pijaki, batu itu pun mulai terlewati air karena air semakin tinggi. Telapak kaki kami bisa merasakan betapa kuatnya arus yang mengalir. “INI MAKIN PARAH, KITA HARUS LOMPAT POKOKNYA”, Dita mulai panik (Aku dan Roy sudah panik lebih dulu). Aku melempar sandal dan baju – baju kami ke daratan lalu melompat bersamaan, Dita langsung memegang rumput supaya tidak terseret arus. Aku yang ikut melompat sempat terbawa arus walaupun Aku sudah berenang melawan arus sekuat tenaga. Tiba – tiba tangan kiri Dita memegang pundakku dan menenangkanku.

            “ROY MANA?!”, Aku menjerit sambil menoleh kebelakang. Astagaaaa, Roy terseret arus cukup jauh yang pada akhirnya berpegangan kayu melintang besar yang ada di belakang kami. Aku masih ingat bagaimana raut wajah Roy saat itu. Aku langsung ke belakang dan menaiki batu besar dan hendak menyelamatkan Roy dari arus. Dita pun turun tangan lewat air, ia melindungi Roy dengan memunggungi arus air supaya Roy bisa ke atas batu denganku. Ketika Roy sudah diatas batu, Dita hampir saja terbawa arus namun ia bergeser ke belakang batu sehingga arus yang diterima tidak begitu kencang. Kami bertiga pun berhasil ke atas batu yang lebih besar dari sebelumnya (batu tersebut sudah tidak terlihat).  Daulay dan Royan hanya terpaku pasrah melihat kami melawat banjir, tidak dapat berkata – kata.

            Seluruh badan kami lecet terutama kaki, HP Dita rusak kemasukan air,  paha Roy bolong tertusuk kayu. Namun kami mulai percaya diri karena kami semakin dekat dengan daratan. Warga pun datang dan menjerit, “LOMPAT! BANJIR INI BISA SAMPAI MALAM!”. Tak pikir panjang, kami pun lompat ke daratan dengan baik. Tak lama setelah kami melompat, gelombang air lebih besar datang dan menghantam batu yang baru saja kami tinggalkan hingga batu tersebut lenyap tak terlihat. Kami merasa sangaaaat lega. Tapi masalah tidak berhenti di situ, kami berada di daratan yang berbeda. Royan dan Daulay berada di daratan desa, sedangkan kami berada di daratan hutan.

            Tanpa pikir panjang Daulay dan Royan menyusul kami lewat kali di cabang sebelah yang kebetulan airnya masih tenang. Aku, Roy, dan Dita merasa dingin karena hanya memakai celana. Sandal dan baju kami hanyut. Kami mendengar teriakan, “HEEI, KE SUMBER SUARA! KALIAN DIMANA?”. Kami hanya menjawab,”HOOOOOI DISINIII!” dengan teriak sekencang – kencangnya. Kami berlima pun berkumpul, lalu Daulay mengajak kami pulang melewati kali sebelah. Namun ada yang aneh, air tempat Royan dan Daulay menyebrang kali sudah meninggi. Kami bingung, lalu tiba – tiba ada 2 anak kecil dari seberang sungai berteriak,”LEWAT SINI AJA! DANGKAL KOK”. Kami sangat ragu untuk menyebrang.

            Lalu Aku bertanya,”DISANA ADA JEMBATAN GAK?”. Lalu anak kecil tersebut langsung menjawab,”JANGAN! DISANA ANGKER, TINGKAT 2!”. Glek~, Aku menelan ludah. Kami mulai putus asa. Tiba – tiba 2 anak tersebut langsung membuka baju dan menyebrangi kali menjemput kami. Aku salut sama mereka, sangat berani. Akhirnya kami berhasil menyebrangi sungai berkat 2 anak tersebut, tidak lupa Aku mengucapkan terima kasih sembari memegang kedua pundaknya dan memberi sedikit guncangan ke pundaknya sebagai tanda kami sangat berterima kasih.

            Kami pulang dengan hampa. Baju, sandal, dan alat mandi hanyut terseret arus. Kami pun membeli sandal di Alfamart dengan kompak. Pagi – pagi keesokan harinya kami yang hendak mencari baju yang hanyut dipanggil oleh ibu – ibu. Ternyata ibu itu menemukan baju kami yang hanyut, kami pun menyatakan terima kasih sebanyak – banyaknya. Setelah itu kami melanjutkan liburan dengan lancar dan menyenangkan, dan tentu saja kami menghindari wisata air. Setelah 3 hari di Tanjung Raja, kami pun pamit pulang ke Bandar Lampung.

            Walaupun petualangan kami lainnya menyenangkan, kami tetap saja trauma dengan kejadian banjir tersebut. Sampai sekarang pun Aku suka memejamkan mata bila mengingat kejadian tersebut, jangankan mengingat semuanya, mengingat suara air derasnya saja sudah takut. Tetapi kami dapat mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Kami mendapat pelajaran bahwa kita tidak boleh mandi di kali apabila hari hujan. Dan dalam persahabatan, sikap tolong menolong itu sangat diperlukan seperti apa yang telah kami lalui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar